Desa Cibeureum adalah sebuah desa yang terletak di kaki Gunung Wayang dan masuk wilayah Kecamatan Kertasari Kabupaten Bandung. Asal mula desa ini dinamakan dengan “Cibeureum” (air merah), karena pada zaman penjajahan Belanda telah terjadi perselisihan antara pihak Belanda dan penduduk setempat. Hal ini ditimbulkan oleh obsesi Belanda untuk bisa menguasai daerah tersebut karena menurut mereka desa Cibeureum bisa memberikan keuntungan yang banyak bagi mereka, diantaranya karena daerah desa cibeureum memiliki lahan yang subur dan luas disertai udara yang sejuk. Maka hal itu dapat mereka manfaatkan untuk dapat mengelola dan mengambil keuntungan dari hasil bumi dan perkebunannya.
Obsesi Belanda tersebut sangat merugikan bagi kaum pribumi, yang mana mereka hanya dipekerjakan tanpa di kasih imbalan. Maka hal tersebut memicu perlawanan dari pihak pribumi dan terjadilah peperangan antara pribumi dan Belanda. Peperangan tersebut terjadi dalam beberapa hari dan menewaskan ratusan prajurit, baik dari pihak pribumi maupun dari pihak Belanda. Di tengah-tengah peperangan, hujan deras pun melanda dan seakan-akan ikut serta dalam peperangan. Dan air hujan pun membawa dan mengalirkan darah para pejuang kita yang menjadi saksi perjuangan mereka sehingga terlihat banyak air berwarna merah dimana-mana. Maka dari situlah daerah tersebut dinamakan dengan “Cibeureum”.
Setelah beberapa tahun lamanya, ditemukan berbagai peninggalan sejarah diantaranya “Tugu Helm Lima” yang terdapat disekitar Hulu Sungai Citarum yang menandakan semangat juang para pejuang terdahulu. Selain itu juga ada “Patilasan Dipatiukur” dan banyak lagi peninggalan-peninggalan sejarah lainnya. Selain peninggalan sejarah, Desa Cibeureum juga memiliki makanan khas yang resepnya turun temurun dari nenek moyang yaitu kue “Ali Agrem”, “Apem”, “Uras”, “Kue Lapis” dan lain-lain.
Desa Cibeureum merupakan pamekaran dari suatu daerah yang bernama Kampung Cirawa Desa Nengkelan Kecamatan Pacet. Dikarenakan populasi penduduk semakin tahun semakin melonjak, maka pada tahun 1952 dimekarkanlah menjadi dua desa yang terdiri dari:
1. Desa Sukapura yang diketuai oleh Bapak H. Umar Said, yang dalam beberapa jangka waktu lagi kembali dimekarkan menjadi 3 desa, antara lain Desa Sukapura, Cihawuk dan resmi tinggal.
2. Desa Cibeureum. Desa ini pun sama mengalami pamekaran kembali karena faktor pelonjakan jumlah penduduk, yaitu menjadi 5 desa, antara lain Desa Cibeureum, Santosa, Tarumajaya, Cikembang dan Neglawangi. Dan kelima desa tersebut membentuk sebuah kecamatan yang dinamakan dengan kecamatan “kertasari” yang di resmikan pada tahun 1982.
Orang yang pertama kali memimpin dan menjabat sebagai kepala desa di Desa Cibeureum adalah Bapak H. Muhammad Thoha. Setelah beliau berhenti memimpin, maka di lanjutkan oleh para penerusnya antara lain Bapak H. Atun, H. Asep Masrio, Didi Supendi, Ma’mur Mulyadi, Evi Nurtaupik Hidayat, dan yang sekarang sedang memimpin adalah bapak Atep Ahmad Syarif Hidayat, S.Pd.I .
Sejarah yang telah ditulis dari awal sampai akhir masih dalam tahap penyusunan. Dan para sesepuh desa Cibeureum sampai sekarang masih berupaya untuk menyusun sebuah buku tentang Sejarah Desa Cibeureum secara terperinci.